16 Mei 2010

ORANG KARO DAN SIFAT BAWAAN MARGANYA

Manusia Karo juga tidak terlepas dari keberagaman sifat (biak) itu. Sifat yang dimiliki setiap individu Karo tentu berbeda-beda. Tapi ada sifat dasar pembawaan dari merga yang dipakainya. Mungkin juga sifat ini didasarkan beberapa sebab seperti satu keturunan (terombo), satu kampung berikut kebiasaan dan tradisinya sampai letak geografis tempat tinggal.

Dibawah ini akan dijabarkan sedikit tentang sifat-sifat (Biak-biak) Si Lima Merga. Penulis meriset semua sifat-sifat ini dari wawancara dengan orang-orang tua, beberapa tulisan juga pengalaman pergaulan dari kehidupan sebagai orang Karo di tengah tatanan budaya Karo yang kental.

Karo-Karo

Merga Karo-karo rata-rata cerdas dalam berpikir dan bertindak. Ini terbukti dengan orang Karo yang meraih gelar sarjana pertama kali adalah Dr B. Sitepu dan Mr. Jaga Bukit. Profesor pertama dari Karo adalah Prof. A.T. Barus. Gubernur Sumatera Utara dari Karo pertama kali adalah Ulung Sitepu. Sampai menteri dari Karo yang pernah diangkat adalah M.S. Kaban.

Karo-karo biasanya berkemauan kuat dan berusaha keras meraih cita-citanya. Karena kemauan dan kerja kerasnya itu tidak sedikit Karo-karo berhasil meraih segala keinginannya.

Beru Karo terkenal berani dalam bertindak. Ketika ada yang tidak sesuai keinginan hatinya maka apapun bisa dikata-katainya. Cenderung bersifat mendominasi dalam rumah tangga. Tapi beru Karo terkenal kepintarannya sebagai penyeimbang rumah tangga.

Ginting

Merga Ginting lantang dalam berbicara. Kalau memang pendapatnya benar akan terus dipertahankannya. Siapa yang tidak kenal nama yang sudah didekasikan menjadi salah satu jalan terpanjang di negeri ini, Letjend Jamin Ginting. Termasuk anggota MPR RI, Sutradara Ginting yang pintar dalam mengungkapkan pendapatnya.

Tidak takut untuk memulai sesuatu yang baru. Mempunyai jiwa kepemimpinan yang kuat. Cenderung patuh pada istrinya.

Beru Ginting terkenal tidak malu tampil ke tengah. Kalau belum berbuat sesuatu rasanya belum ada kepuasan dalam dirinya. Keberaniannya terkadang tidak memikirkan resiko apa yang akan terjadi terhadap tindakannya.

Sembiring

Merga Sembiring rata-rata berjiwa diplomatis. Sedikit berbicara tapi dalam artinya. Terkadang pelan-pelan mengutarakan pendapatnya sehingga keinginan hatinya diterima semua orang. Siapa yang tidak kenal dengan keturunan Sibayak Sarinembah, Mayjend Raja Kami Sembiring dengan vokalnya yang menghebohkan gedung MPR RI Senayan beberapa tahun lalu. Kriminolog Adrianus Meliala juga termasuk salah satu contoh.

Cenderung malu dan takut mengutarakan cinta pada gadis yang dipujanya. Bahkan sekalipun ditanya apakah dia mencintai gadis itu dengan cepat akan ditampiknya dengan halus.

Beru Sembiring berjiwa penyabar. Walau banyak yang tidak menyenangi dirinya dengan sabar dia akan menerimanya. Cenderung sebagai penguasa rumah tangga. Sehingga rumah tangga berada dibawah kendalinya.

Tarigan

Merga Tarigan pintar berbicara. Di kedai kopi ataupun jambur semua obrolan akan didominasinya. Cepat berkelit dalam berkata-kata jika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan maksudnya.

Karena pintar berkata-kata rata-rata merga Tarigan berjiwa dagang. Mulia Tarigan salah satu contohnya. Juga Mestika br Tarigan menjadi psikolog terkenal saat ini.

Beru Tarigan bersifat pasrah terhadap sesuatu yang didapatnya. Apa yang dikatakannya terkadang berbeda dengan isi hatinya.

Perangin-angin

Merga ini disebut dengan julukan Tambar Malem (selain Sebayang). Tambar Malem maksudnya disini adalah kepintaran dalam berkata-kata untuk menghibur orang. Jika ada orang mengalami masalah, Perangin-angin pintar memakai lidahnya untuk menghibur dan mencari solusi jalan keluarnya. Bersifat moderator dan mediator.

Cenderung harus dibujuk-bujuk (tami-tami) dan cemburuan. Berani dalam bertindak dan mengungkapkan pendapatnya. Aktor kawakan Advent Bangun yang telah memakai lidahnya dalam berkotbah di mimbar gereja. Termasuk perjuangan Kiras Bangun alias Pa Garamata dalam mempertahankan kemerdekaan negeri ini.

Beru Perangin-angin berjiwa ingin tampil. Ada suatu kebanggaan jika dirinya diperhatikan orang. Bersifat menguasai keluarganya sendiri. Kepintarannya dalam mencari muka pada orang tuanya terkadang membuat perselisihan dengan turangnya sendiri.

Jadi sifat merga diatas hanyalah sebuah kesimpulan kecil dari sebuah penelitian yang setiap saat bisa disanggah dan diperdebatkan. Sekali lagi janganlah kesimpulan diatas menjadi acuan kita untuk menilai sifat merga dan juga sifat seseorang.

Tapi jika kita menelusuri lebih dalam setiap orang Karo mempunyai sifat yang hampir sama. Mungkin dikarenakan alam, budaya dan seninya yang mengacu pada kehidupan sosial Karo itu sendiri.


15 Mei 2010

ASAL MUASAL KARONIZT (versi 1)

Dalam kitab konstitusi Dinasti Pardosi, penguasa negeri Barus,
disebutkan bahwa sumber dari segala sumber hukum di kerajaan
tersebut berasal dari adat Batak, Bugis, Cheti, Islam dan lain-lain.

Sayangnya dalam kitab konstitusi tersebut tidak disebutkan apa dan
siapa bangsa Cheti tersebut. Walau dapat dimengerti, melalui
penjelasan pasal-pasalnya, bahwa orang Cheti itu adalah orang Keling
atau Bangsa Tamil.

Herannya adalah, tidak ada definisi khusus mengenai orang Tamil dan
bagaimana kondisi mereka dalam sistem sosial kerajaan. Tidak seperti
Kerajaan Aceh, yang mengasimilasikan orang Tamil (India) dan Batak
dalam sistem sosial masyarakat

Di Bawah pemerintahan Alauddin al-Kahhar (1530-1552) di Aceh
dilakukan pembagain klasifikasi rakyat atau strata sosial menurut
suku dan asal usulnya.

Orang-orang Mante-Batak atau penduduk Batak pribumi asli dinamakan
dengan sukee lhee reutoih (suku tiga ratus), orang-orang India
dimasukkan ke dalam kaom imeum peuet (kaum imam empat). Sedang para
imigran dinamakan kaum tok batee (kaum yang mencukupi batu).
Terakhir sekali dibentuklah kaom ja sandang (kaum penyandang).

Para imigran Hindu, yang memang terdiri dari empat kasta, tadinya
tergolong dalam kaum empat yang berdiam di tanah Abee, Lam Leuot,
Montasiek dan Lam Nga. Mereka akhirnya menganut agama Islam dengan
pemimpin kelompok yang bergelar imeum (imam).

Namun, di tanah Batak, tidak ada klasifikasi secara resmi seperti
tersebut di atas. Diyakini orang-orang Tamil, berasimilasi secara
sukarela dengan adat Dalihan Na Tolu yang menjadi sistem budaya,
sosial dan adat Bangsa Batak.

Prof. Van Ronkel beranggapan bahwa kata-kata seperti gudang, kuli,
suasa, kodi, kolam, peti, niaga, bedil dan tembaga, berasal dari
bahasa Tamil (Het Tamil Element in Het Maleisch oleh Van Ronkel,
Tijdschr. No. 45 Tahun 1902). Perlu kita ingat bahwa kitab adat
Batak disebut Kitab Tumbaga Holing. Tumbaga adalah Tembaga yang
berasal dari bahasa Tamil dan Holing adalah Keling atau sebutan
untuk Tamil.

Begitu juga dengan kata-kata yang dipakai setiap hari seperti
marapulai, pualam, cemeti, jodoh, gundu, badai, kolam, belenggu,
dahaga, kanji, mahligai (ingat makam mahligai di Barus!), talam
(nama kue), onde-onde, apam dan serabi. Melihat dari variasi
bahasanya dapatlan kita simpulkan bahwa orang Tamil di tanah Batak
berprofesi sebagai orang `biasa' atau pedagang.

Beberapa ahli berpendapat bahwa orang Batak Karo, khususnya marga
Sembiring, merupakan orang yang paling banyak mendapat pengaruh dari
budaya Tamil ini. Bahkan ada yang mengatakan bahwa Sembiring
merupakan keturunan Tamil.

Lucunya, Guru Patimpus putera Si Raja Hita yang merupakan putera
dari Sisingamangaraja alias Mahkuta alias Manghuntal disebutkan juga
bermarga Sembiring. Namun penabalan marga dalam sejarah sering
membingungkan, karena penyusunan dan stratifikasi marga baru
dilakukan pada zaman Belanda.

Memang ada yang berpendapat bahwa sebenarnya Tarombo dalam
masyarakat Batak merupakan kiasan dari konstelasi politik kuno di
tanah Batak. Misalnya nama Sariburaja dalam salah satu tarombo
Batak, sebenarnya bukanlah nama orang tapi nama sebuah kerajaan yang
pernah berkuasa meliputi tanah Batak dan semua Sumatera yakni
Sriwijaya.

Maka begitu juga nama marga Sinambela. Apakah ini nama orang atau
hanya gelar saja, saat itu, yang ditujukan kepada seseorang yang
mempunyai kharisma dan kebiasaan mulia yang selalu membela mereka
yang teraniaya seperti apa yang ditunjukkan oleh Manghuntal selama
hidupnya. Dia melunasi utang para korban rentenir, memerdekakan
budak dan lain sebagainya. Sinambela berarti orang yang selalu
membela dari anarki kemungkaran dan kemaksiatan

Merujuk dari kenyataan ini patut dipertanyakan penyusunan marga dan
Tarombo yang dilakukan berdasarkan inisiatif beberapa pegawai
Belanda di zaman penjajahan. Revaluasi dan riset kembali sangat
dibutuhkan untuk melihat sisi-sisi sejarah yang digelapkan dengan
sistem pohon geneologis yang disandarkan kepada anggapan bahwa
seakan-akan itu sudah baku berdasarkan informasi Belanda. Bisa saja
80 persen marga dan Tarombo tersebut sudah mendekati kebenaran namun
terdapat beberapa kelainan yang patut dipertanyakan. Oleh karena
itulah banyak ahli sejarah Batak menempatkan Tarombo sebagai sumber
pembanding saja setelah sumber utama dalam penulisan sejarah.

Kembali ke persoalan Sembiring, banyak nama marga dan sub-marga
rumpun Sembiring seperti Pandia, Meliala dan Cholia, berasal dari
bahasa Tamil. Begitu juga dengan rumpun Borbor di daerah Toba atau
Dairi (Lihat karangan Stein Callenfels dalam Oudh, Tahun 1920 hal.
73)

Membakar mayat dan menghanyutkannya sebagian dari tulang-tulang di
sungai umpamanya, menurut Joustra (Meededeelingen Omtrent en
Opmerkingen naar Aanleiding v.h. Pek Oeloeh of het Doodenfest der
Marga Sembiring. Tijdschr No. 45 Tahun 1902) adalah kebiasaan marga
Sembiring yang mungkin berasal dari Tamil.

Bila kita membaca berbagai literatur mengenai struktur masyarakat
Batak dan kehadiran para imigran dapatlah kita simpulkan bahwa
Bangsa Batak merupakan bangsa yang terbuka dengan kebudayaan dan
pengaruh dari luar. Walau secara teritorial mereka sangat menutup
diri dari hingar-bingar perpolitikan seperti perang dan penjajahan.

Sistem budaya Batak kuno sangat terbuka dengan masuknya keberagaman
budaya asing sehingga orang-orang Bugis, Melayu, Aceh dan lain
sebagainya dapat masuk menjadi bagian dari adat Dalihan Na Tolu
dengan mudah.

Namun, bukanlah berarti bahwa semua kekayaan peradaban Batak berasal
dari para imigran semata. Seperti banyak orang mengatakan bahwa
peradaban Batak merupakan dari serapan dari kebudayaan India semata.
Justru yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana dan apa yang
menjadi perekat yang menyebabkan orang asing datang dan bermukim di
tanah Batak dan bahkan menjadi orang Batak dengan marga-marga baru
mereka.

Diyakini, pluralisme yang ada dalam nilai-nilai sosial Batak, telah
menjadi faktor utama yang menyebabkan orang-orang asing merasa
nyaman menjadi orang Batak. Setidaknya inilah yang terjadi pada
sejarah kuno Batak sebelum datangnya orang Eropa yang menghancurkan
semua tatanan tersebut.

Faktor lainnya adalah, perkembangnya ilmu pengetahuan seperti yang
termaktub dalam pustaha-pustaha Batak yang mengundang para ilmuwan
asing kuno untuk menyerap kebudayan Batak dan dibawa ke negeri
masing-masing.

Peta dunia ala Ptolemy diyakini merupakan serapan dari pemahaman
Naga Padoha Batak, saat Ptolemy datang ke tanah Batak di abad ke-2
M. Begitu juga dengan ekspedisi-ekspedisi maritim Fir'aun di tahun
2000 SM ke negeri-negeri jauh untuk menggali ilmu. Yang salah satu
diantaranya diyakini berlabuh di negeri Batak.

Faktor lain tentunya adalah hasil tambang dan perkebunan tanah Batak
kuno yang khas dan spesifik yang tidak ditemukan di tempat lain.
Sayangnya, peta-peta jalur laut ke tanah Batak selalu dirahasiakan
oleh penemunya sehingga tanah Batak menjadi tidak masyhur saat itu.
Barulah kedatangan pelaut-pelaut Arab di tahun 8 M membuka tabir
dari kemisterian tanah Batak saat itu.

Namun, konstelasi sosial politik tanah Batak tidak saja terjadi
antara Batak dan asing tapi juga antara Batak itu sendiri. Khusunya
antara Toba dengan Karo yang pada akhirnya berhubungan dengan marga
Sembiring ini.

Karo adalah sub-suku Batak yang telah memisahkan diri secara
identitas sejak tahun 1200-an dengan nama kerajaan Haru Wampu. Orang
Karo tinggal di kaki bukit barisan. Orang aseli Karo sebelum adanya
asimilasi dengan asing masih tersisa di daerah Siberraya dekat
dengan Deli Tua. Mereka ini disebut Karo Sekali karena mereka
merupakan orang Karo yang masih aseli. Karo dalam penyebutan bahasa
Asahan adalah Haro.

Di dataran tinggi, terjadilah invasi dari orang Toba dan Dairi.
Orang-orang tersebut bermarga Barus, Lingga dan Sitepu yang kemudian
menetap di tanah Karo. Namun, bagi orang Karo aseli, mereka ini
bukanlah suku Karo yang aseli sehingga mereka disebut dengan istilah
Karo-karo.

Mereka ini membuat perkampungan sampai ke dataran rendah dekat Deli
Tua dan Binjai. Marga Tarigan datang dari Dolok dan Simalungun dan
juga dari Lehe (Dairi) berjalan menuju Nagasaribu dan Jupar. Satu
cabang marganya turun ke pesisir timur, Ale-Deli dekat Pulau Brayan,
dan bahkan sampai ke Siak (W.B. Hollman dalam Nota 1932
dalam `Adatrechtsbundels"

, xxxviii, hal 375 etc.

J.H. Neuman menduga mereka pindah bergelombang dari dataran tinggi,
karena adanya desakan dari orang-orang India Tamil yang datang dari
arah Singkil dan Barus yang masuk masuk ke tanah Karo dan juga
karena marga Sembiring diusir dari Aceh. (Bijdrage tot de
Geschiedenis der Karo Batakstammen", BKI 1926). Ini berarti bahwa
orang Tamil dan Sembiring adalah beda atau kemungkinannya orang
Tamil yang terusir tersebut akhirnya menetap di Medan dengan marga
Sembiring.

Sedangkan marga Ginting datang via Tengging lewat pegunungan (Layo
Lingga) masuk Tanah Karo. Banyak pula daerah mereka yang diambil
oleh komunitas Sembiring. Marga Perangin-angin datang melalui Pinem
dan Layo Lingga. Mereka menuju ke utara, ke Kuta Buluh dan ke
seberang barat Gunung Sinabung. Juga mereka melintasi pegunungan
menuju dataran rendah dekat Binjai. Hanya Perangin-angin Batu Karang
yang datang dari arah Siantar, tapi akhirnya mengaku juga datang via
Dairi.

Sembiring Kembaren datang melalui Lau Baleng dan via Samperaja
(Liang Melas), masuk Bahorok di Langkat. Ada juga yang terus ke
tanah Alas. Invasi yang terakhir adalah dari marga-marga Sembiring
lainnya yakni Brahmana, Meliala, Depari dan lain-lain yang juga
melalui jalan tadi agak ke timur menghulu Sungai Biang dan menuju
arah Siberraya.

Jika ditelusuri cerita dari Perbesi, maka marga-marga Sembiring ini
baru masuk Dusun Deli dan Serdang kira-kira 150 tahun yang lalu.
Marga-marga ini sangat sedikit dan tidak pernah menjabat Kepala
Kampung (Penghulu atau Perbapaan) di Dusun Deli dan Serdang. Jadi
hampir semua dari mereka ini datang dari Hulu Sungai Singkel dan
hulu sungai-sungai di sebelah pantai Barat Sumatera.


tulisan ini saya dapat di yahoo/infokaro

judul aslinya sih "TEKA TEKI SEMBIRING" cuma setelah saya baca,isinya mencangkup hampir semua marga,.jadi saya ubah aja,.

SEMOGA BERMANFAAT

JQ ^_^

14 Mei 2010

5 marga besar karo dan sub nya

Merga Karo terdapat lima kelompok , yaitu: Karokaro, Ginting, Tarigan, Sembiring, dan Perangin-angin. Klan (nama keluarga) dalam suku bangsa Karo disebut merga berbeda halnya dengan suku batak yang disebut dengan marga.

ok aku akan jabarkan sekarang ya semuanya,..hampir lengkap ^_^

A. Merga Karokaro dan cabang-cabangnya

  1. Karokaro Sinulingga di Lingga, Bintang Meriah, dan Gunung Merlawan.
  2. Karokaro Surbakti di Surbakti dan Gajah.
  3. Karokaro Kacaribu di Kutagerat dan Kerapat
  4. Karokaro Sinukaban di Kaban dan Sumbul.
  5. Karokaro Barus di Barus Jahe, Pitu Kuta.
  6. Karokaro Simbulan di Bulanjulu dan Bulanjahe.
  7. Karokaro Jung di Kutanangka, Kalang, Perbesi, dan Batukarang.
  8. Karokaro Purba di Kabanjahe, Berastagi, dan Lau Cih (Deli Hulu).
  9. Karokaro Ketaren di Raya, Ketaren Sibolangit, dan Pertampilen.
  10. Karokaro Gurusinga di Gurusinga dan Rajaberneh.
  11. Karokaro Kaban di Pernantin, Kabantua, Bintang Meriah, Buluh Naman, dan L. Lingga.
  12. Karokaro Sinuhaji di Ajisiempat.
  13. Karokaro Sekali di Seberaya.
  14. Karokaro Kemit di Kuta Bale.
  15. Karokaro Bukit di Bukit dan Buluh Awar.
  16. Karokaro Sinuraya di Bunuraya, Singgamanik, dan Kandibata.
  17. Karokaro Samura di Samura.
  18. Karokaro Sitepu di Naman dan Sukanalu

B. Merga Ginting dan cabang-cabangnya

  1. Ginting Munte di Kutabangun, Ajinembah, Kubu, Dokan, Tanggung, Munte, Rajatengah, dan Bulan Jahe.
  2. Ginting Babo di Gurubenua, Munte, dan Kutagerat.
  3. Ginting Sugihen di Sugihen, Juhar, dan Kutagunung.
  4. Ginting Gurupatih di Buluh Naman, Sarimunte, Naga, dan Lau Kapur.
  5. Ginting Ajartambun di Rajamerahe.
  6. Ginting Capah di Bukit dan Kalang.
  7. Ginting Beras di Laupetundal.
  8. Ginting Garamata di (Simarmata) Raja Tengah, Tengging.
  9. Ginting Jadibata di Juhar.
  10. Ginting Suka Ajartambun di Rajamerahe.
  11. Ginting Manik di Tengging dan Lingga.
  12. Ginting Sinusinga di Singa.
  13. Ginting Jawak di Cingkes (?)
  14. Ginting Seragih di Lingga Julu.
  15. Ginting Tumangger di Kidupen dan Kemkem.
  16. Ginting Pase di …. (lenyap?)

C. Merga Tarigan dan Cabang-cabangnya

  1. Tarigan Sibero di Juhar, Kutaraja, Keriahen, Munte, Tanjung Beringin, Selakar, dan Lingga.
  2. Tarigan Tambak di Kebayaken dan Sukanalu.
  3. Tarigan Silangit di Gunung Meriah.
  4. Tarigan Tua di Pergendangen.
  5. Tarigan Tegur di Suka.
  6. Tarigan Gersang di Nagasaribu dan Berastepu.
  7. Tarigan Gerneng di Cingkes (Simalungun).
  8. Tarigan Gana-gana di Batukarang.
  9. Tarigan Jampang di Pergendangen.
  10. Tarigan Tambun di Rakutbesi, Binangara, Sinaman dll.
  11. Tarigan Bondong di Lingga.
  12. Tarigan Pekan (Cabang dari Tambak) di Sukanalu
  13. Tarigan Purba di Purba (Simalungun)

D. Merga Sembiring dan Cabang-cabangnya

I. Sembiring Siman biang (Tidak biasa kawin campur darah dengan cabang Sembiring lainnya, artinya: tidak diperbolehkan perkawinan dengan sesama merga Sembiring).

  1. Sembiring Kembaren di Samperaya dan hampir di seluruh urung Liang Melas.
  2. Sembiring Sinulaki di Silalahi.
  3. Sembiring Keloko di Pergendangen.
  4. Sembiring Sinupayung di Juma Raja dan Negeri

II. Sembiring Simantangken biang (ada dilakukan perkawinan antara cabang merga Sembiring)

  1. Sembiring Colia di Kubucolia dan Seberaya.
  2. Sembiring Pandia di Seberaya, Payung, dan Beganding.
  3. Sembiring Gurukinayan di Gurukinayan.
  4. Sembiring Berahmana di Kabanjahe, Perbesi, dan Limang.
  5. Sembiring Meliala di Sarinembah, Munte Rajaberneh, Kedupen, Kabanjahe, Naman, Berastepu, dan Biaknampe.
  6. Sembiring Pande Bayang di Buluh Naman dan Gurusinga.
  7. Sembiring Tekang di Kaban.
  8. Sembiring Muham di Susuk dan Perbesi.
  9. Sembiring Depari di Seberaya, Perbesi, dan Munte.
  10. Sembiring Pelawi di Ajijahe, Perbaji, Kandibata, dan Hamparan Perak (Deli).
  11. Sembiring Busuk di Kidupen dan Lau Perimbon.
  12. Sembiring Sinukapar di Pertumbuken, Sidikalang(?) Sarintono.
  13. Sembiring Keling di Juhar dan Rajatengah.
  14. Sembiring Bunuh Aji di Sukatepu, Kutatonggal, dan Beganding

E. Merga Peranginangin dan cabang-cabangnya

  1. Peranginangin Namohaji di Kutabuluh.
  2. Peranginangin Sukatendel di Sukatendel.
  3. Peranginangin Mano di Pergendangen.
  4. Peranginangin Sebayang di Perbesi, Kuala, gunung dan Kuta Gerat.
  5. Peranginangin Pencawan di Perbesi.
  6. Peranginangin Sinurat di Kerenda.
  7. Peranginangin Perbesi di Seberaya.
  8. Peranginangin Ulunjandi di Juhar.
  9. Peranginangin Penggarus di Susuk.
  10. Peranginangin Pinem di Serintono (Sidikalang).
  11. Peranginangin Uwir di Singgamanik.
  12. Peranginangin Laksa di Juhar.
  13. Peranginangin Singarimbun di Mardinding , Kutambaru dan Temburun.
  14. Peranginangin Keliat di Mardinding.
  15. Peranginangin Kacinambun di Kacinambun.
  16. Peranginangin Bangun di Batukarang.
  17. Peranginangin Tanjung di Penampen dan Berastepu.
  18. Peranginangin Benjerang di Batukarang

Sebagian dari marga Peranginangin dan Sembiring dapat kawin sesamanya


ok ini dulu ya,..


semoga berguna ,...

JQ


08 Mei 2010

RUMAH ADAT KARO


detail rumah adat karo ,...

rumah adat karo e,.. gelar na RUMAH SI WALUH JABU ,...

masyarakat karo harus bangga dengan masih adanya keberadaan rumah adat ini,perlu di ketahui,dari namanya saja "WALUH JABU" yang berarti 8 keluarga,rumah ini bisa dihuni oleh delapan keluarga atau mungkin lebih,sayangnya rumah adat ini tidak dilestarikan lagi,mungkin sudah di gusur sama yang namanya peradaban,walaupun sekarang masih ada,.tapi jumlahnya sangant sedikit,kit,.kit,.(karo language "sitik nari kel"), bisa dipastikan dalam 20 tahun mendatang,. generasi penerus suku karo tak bisa lagi melihat fisik nyatanya,.yah paling juga kalo ada miniaturnya ntar,.memang banyak faktor yang menghambat tidak bisanya rumah adat ini untuk dilestarikan, tapi yang jelas kepunahannya sudah di depan mata,.

hm..perlu di ketahui juga nih,.Proses pendirian sampai tata cara dalam rumah adat ini diatur oleh adat Karo, dan karena itulah disebut rumah adat. Ayo dong generasi suku karo yang kreatif, munculkan gagasan yang ada di kepalamu,.jangan biarkan rumah adat kita ini punah,.karena semaju apapun atau semodern apapun pemikiran kita,.tetap aja,.kita adalah masyarakat KARO,jangan pernah lupakan INI,.mari kita bersama-sama melestarikan kebudayaan kita dengan penuh OPTIMIS,.dan ucapkan ini "AKU ADALAH MASYARAKAT KARO YANG TAK MAU KEHILANGAN BUDAYAKU"


mejuah-juah man banta kerina


bujur

(aku nge e BANGUN mergana bere KARO na ^^ )